LELE



BUDI DAYA PEMBESARAN LELE



Klasifikasi dan ciri-ciri lele


Menurut ilmu Taksonomi yang dikemukakan oleh Webber de Beauforth (1965), lele (Clarias batrachus linnaeus) masuk dalam:

Filum : Chordata (Binatang bertulang belakang).

Kelas : Pisces (Bangsa ikan yang bernafas dengan insang).

Sub-Kelas : Teleostei (Ikan ynag bertulang keras).

Ordo : Ostariophysi (Ikan yang didalam rongga perut sebelah atas memiliki tulang sebagai alat perlengkapan keseimbangan yang disebut tulang Weber).

Sub-Ordo : Siluroidae (Ikan yang bentuk tubuhnya memanjang berkulit licin).

Family : Clariidae (Bentuk kepalanya pipih dengan lempeng tulang keras sebagai batok kepala, bersungut 4 pasang, sirip dada ada patil, mempunyai alat pernafasan tambahan yang terletak didepan kepala rongga insang yang memungkinkan lele mengambil oksigen secara langsung diudara).

Genus : Clarias.

Sekilas tentang lele



Lele yang di budi

dayakan saat ini bukanlah lele local melainkan lele yang berasal dari Negara lain (Afrika) yang dikanal dengan nama lele dumbo dan kemudian dilakukan persilangan-persilangan yang

menghasilkan lele yang lebih unggul diantaranya yang sekarang dikenal dengan lele Sangkuriang. Lele sangkuriang yang saat ini dibudi dayakan memiliki kelebihan-kelebihan dari lele dumbo diantaranya: lebih cepat besar sehingga mempersingkat waktu pemeliharaan dan lebih menghemat pakan.

Lele adalah jenis ikan yang dalam pembudi-da

yaannya paling mudah dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, dan lele dapat hidup dalam kondisi air yang kurang memungkinkan bagi jenis ikan lain untuk hidup. Lele termasuk iakn air tawar yang hidupnya bersifat nocturnal (lebih aktif di malam hari).


Makanan

Makanan lele ada 2 macam, yaitu makanan alami dan makanan buatan. Makanan alami ikan lele ialah binatang-binatang renik seperti kutu air (Daphania, Cladosera, Copepoda), cacing, larva, siput, bekicot, dan lain-lain. Selain itu sebenarnya lele adalah binatang omnivore/pemakan

segala, sehingga lele pun bisa di beri pakan makanan-makanan sisa.


Budi daya pembesaran lele

Budi daya pembesaran lele dapat dilakukan secara rumahan di lubang tanah tempat comberan/pembuanga

n air ataupun dipelihara secara khusus di kolam tanah ataupun kolam semen. Biasanya pemeliharaan secara rumahan dalam hal pemberian pakan hanyalah memanfaatkan sisa-sisa makanan dari dapur.

Pemeliharaan lele secara khusus di kolam tanah ataupun semen memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri. Kelebihan pemeliharaan kolam tanah adalah ikan lebih cepat besar, air tidak berbau karena kotoran-kotoran yang ada di kolam dinetralisir oleh tan

ah dan lebih menghemat modal dalam pembuatan kolam tetapi kolam tanah juga memiliki kelemahan yaitu pada saat musim kemarau air yang ada di kolam akan lebih banyak terserap oleh tanah sehingga kolam membutuhkan pasokan air yang banyak bahkan mungkin kolam akan kering. Kelebihan kolam semen adalah ketersediaan air akan lebih terjaga dan pada saat musim kemarau akan tetap berjalan secara normal, adapun kekurangannya adalah kotoran-kotoran ikan akan cepat merusak kondisi air dan menimbulkan bau, namun hal itu dapat diatasi dengan manajemen pe

nggantian air yang baik dan pemanfaatan probiotik yang akan menguraikan zat-zat pencemar air yang ada.

Pada saat terakhir ini perkembangan teknik budi daya ikan juga terus berkembang yang bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan, mempersingkat waktu dan penghematan makanan sehingga peternak akan lebih untung. Diantara teknik-teknik budi daya yang ada saat ini salah satunya adalah t

eknik GUBA yang sebenarnya telah dikenal sejak 10 tahun yang lalu. Pada intinya teknik GUBA adalah suatu teknik budi daya ikan yang sifatnya berusaha untuk mengerti apa yang diinginkan oleh ikan, dalam hal ini yang dimaksud adalah likungan kolam dikondisikan sealami mungkin sehingga ikan akan tumbuh lebih cepat besar karena lingkungnya sesuai. Lingkungan yang dimaksud ini adalah kondisi dasar kolam, air, dan bibit ikan itu sendiri. Jadi kondisi dasar kolam yang banyak mengandung zat-zat renik akan memberikan ketersediaan pakan alami bagi ikan, kondisi air yang cukup bagus juga akan membuat ikan tumbuh

dengan pesat dengan nfsu makan yang tinggi dan cepat besar karena zat makanan yang diserap tubuh ikan untuk menjadi daging akan lebih tinggi, dan tak kalah pentingnya bibit yang unggul dan baik akan menentukan keberhasilan budi daya.

Sebelum kolam diisi dengan bibit ikan, persiapkanlah dahulu medianya, yaitu isilah kolam yang sebelum sudah direndam dengan air diisi dengan air selama kurang lebih ½ bulan sehingga kondisi air akan lebih siap diisi dengan bibit karena airnya telah terkondisi untuk budi daya yang ditandai dengan warna air yang agak kehijau-hijauan. Air yang hijau mengandung

banyak zat makanan untuk ikan selain itu air yang hijau juga akan menghambat panas dari cahaya matahari menembus ke dasar kolam sehingga air kolam tidak menjadi panas yang panas hanya permukaan atas kolam.


Kolam dan kapasitasnya

Secara normal untuk satu meter3 kolam dapat diisi ikan lele sebanyak 100 ekor bibit ikan ukur

an 4-6 ataupun 5-7. Dengan kapasitas sikian ini ikan akan dapat tumbuh dengan baik.


Pakan lele

Ikan lele membutuhkan pakan yang sesuai dengan ukuran tubuhnya. Adapun pakan yang diperlukan adalah:

  1. Ukuran 4-6 selama seminggu di beri pakan yang ukurannya seukuran pasir yang halus yang sebelumnya dibasahi dengan sedikit air supaya pakan mekar sehingga ikan tidak mati kekenyangan. Selama diberi pakan seminggu ikan akan berukuran 6-8 cm.
  2. Ukuran 6-8 sekitar 2 minggu ikan ukuran jenis ini diberi pakan jenis -2. setelah diberi pakan selama 2 minggu ikan akan berukuran sekita 9-12 cm.
  3. Ukuran 9-12, setelah ukuran ini ikan diberi pakan jenis polos/ukuran besar. Pemberian pakan jenis ini dilakukan sampai ikan siap panen yaitu sekitar umur 60-70 hari.

BELUT



Belut adalah binatang melata yang masuk dalam bangsa ikan tetapi bukanlah sejenis ular. Binatang ini merupakan ikan darat yang tidak bersirip, bentuk badannya bulat panjang dan berlendir, bergigi halus dan runcing. Belut memiliki nilai gizi yang tinggi dan nilai ekonomis yang tinggi juga sehingga patutlah banyak orang berusaha untuk membudidayakannya. Belut adalah binatang yang mengalami pergantian alat kelamin, dari belut betina menjadi belut jantan setelah berusia 10 bulan.

Belut jantan dan betina memiliki ciri-ciri fisik yang berbeda.

  1. Ciri fisik induk belut jantan:

    • Berukuran panjang lebih dari 40cm.

    • Warna permukaan kulitnya lebih gelap/abu-abu.

    • Bentuk kepala tumpul.

    • Usianya diatas 10 bulan.

  2. Ciri fisik induk belut betina:

    • Berukuran panjang antara 20-30cm.

    • Warna permukaan kulit lebih cerah.

    • Warna punggung hijau muda dan warna perut putih kekuningan.

    • Bentuk kepala runcing.

    • Usianya dibawah 10 bulan.


Untuk mendukung keberhasilan budidaya belut ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu, yaitu:


  1. Memilih tempat atau lokasi budidaya.

Lokasi yang bagus untuk budidaya belut adalah lokasi yang dekat dengan sumber air namun harus bebas dari limbah industri. Ketinggian yang ideal adalah 400-700 m dpl. Kondisi lahan sebaiknya tanah kering dan keras bukan diatas kolam ikan yang tanahnya lembek.


  1. Membuat kolam budidaya.

Ada 2 tipe kolam budidaya belut:

    • Pertama, kolam yang dibuat dengan terlebih dahulu menggali tanah.

    • Kedua, kolam berbentuk bak.

Didalam budidaya belut sebaiknya tersedia 4 jenis kolam, yaitu:

  • Kolam penampungan induk. Minimal berukuran 125cmX125cmX80cm.

  • Kolam pemijahan. Minimal berukuran 250cmX250cmX100cm.

  • Kolam pendederan. Minimal berukuran 500cmX500cmX100cm.

  • Kolam pembesaran. Minimal berukuran 500cmX500cmX125cm.

Kolam harus dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pembuangan air, yang dilengkapi dengan saringan sebagai pengaman antar kolam agar belut tidak pindah tempat. Pergantian air sangat perlu demi ketersediaan oksigen yang cukup yang mana hal ini akan merangsang nafsu makan belut menjadi lahap.



  1. Media pemeliharaan.

Setelah selesai dibuat, kolam pemeliharaan harus diberi media pemeliharaan. Media tersebut tersusun dari campuran tanah sawah atau lumpur kolam yang sudah dikeringkan, pupuk kandang, pupuk kompos, jerami padi, cincangan batang pisang, serta pupuk urea dan NPK. Media pemeliharaan disusun berdasarkan beberapa lapisan, yaitu:

  • Lapisan pertama (paling bawah) berupa tanah atau lumpur setinggi 20cm.

  • Lapisan kedua berupa pupuk kandang setinggi 5cm.

  • Lapisan ketiga berupa tanah atau lumpur setinggi 10cm.

  • Lapisan keempat berupa pupuk kompos setinggi 5cm.

  • Lapisan kelima berupa tanah atau lumpur setinggi 10cm.

  • Lapisan keenam berupa jerami yang diatasnya sudah di taburi pupuk urea, dan NPK setinggi 15cm.

  • Lapisan ketujuh berupa tanah atau lumpur setinggi 20cm.

  • Lapisan kedelapan berupa air yang sudah diberi cincangan batang pisang sampai menutupi seluruh permukaan kolam setinggi 15cm.


  1. Pencatatan

Pencatatan adalah kegiatan mencatat semua kegiatan pembudidayaan. Pencatatan ini dilakukan untuk memuat informasi mengenai tanggal memasukan bibit, jadwal pemberian makan, jadwal panen, data produksi, dan lain-lain yang berguna untuk memudahkan penghitungan budidaya.


Pembesaran belut dapat dilakukan di 2 tempat, yaitu:


  1. Pembesaran di lokasi budidaya.

Kepadatan penebaran benih di kolam lokasi budidaya adalah 1.5kg/m2 luas kolam. Setelah dibesarkan selama 2 bulan, jumlah belut perlu dikurangi dengancara memindahkan sebagian belut ke kolam pembesaran lain. Belut juga membutuhkan pakan tambahan seperti cacing tanah, ikan, anak kodok, atau belatung. Jumlah pakan tambahan yang harus diberikan adalah 5%/hari dari berat tubuh belut, pakan tambahan diberikan 1 kali/hari pada sore menjelang magrib karena belut mengkonsumsinya pada malam hari.


  1. Pembesaran di pekarangan rumah.

Pembesaran belut di pekarangan rumah dilakukan dengan memanfaatkan air limbah rumah tangga sehingga lebih ekonomis dan menyehatkan lingkungan rumah. Belut yang dipelihara dengan memanfaatkan limbah hasil rumah tangga memiliki pertumbuhan tubuh yang lebih cepat dibandingkan dengan belut yang dipelihara di kolam.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembesaran belut di pekarangan rumah, yaitu:


  1. Kolam pemeliharaan.

Kolam yang dibuat adalah kolam galian agar air limbah dapat dimasukan. Dinding kolam harus dilebihkan sekitar 25cm dpt, dan sebaiknya disemen agar belut tidak bisa kabur. Jika pekarangan cukup luas kolam dapat dibuat dalam ukuran panjang 2-4m, lebar 2m dan kedalaman 70-90cm. Kolam dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air yang dibuat sejajar dengan tanah. saluran pemasukan air bisa dibuat lebih dari satu, disesuaikan dengan lebar kolam dan ukuran bak penampungan air.

Bak penampungan air dibuat untuk mengendapkan kotoran yang terbawa air limbah. Bak penampungan ini ditempatkan berdampingan dengan bagian kolam tempat dibuatnya saluran pemasukan air. Di sekitar kolam dapat ditanami tanaman peneduh untuk menghadirkan keasrian. Bagian atas kolam bisa ditutupi dengan anyaman bamboo supaya belut tidak dapat diganggu oleh hewan-hewan lain atau tangan-tangan yang jahil.


  1. Perlakuan pada kolam.

Sebelum dipergunakan, kolam perlu dinetralisir dulu dengan cara memasukan cincangan batang pisang atau sabut kelapa. Kemudian masukan media pemeliharaanya. Bahan media pemeliharaan yang dipergunakan sama saja dengan media pemeliharaan di kolam pembesaran di lahan budidaya hanya saja jumlahnya diperkecil.


  1. Penebaran benih.

Penebaran benih di kolam ini sama saja dengan penebaran benih di lahan budidaya. Benih yang ditebarkan dipilih yang segar, sehat, dan tidak luka. Ukuran benihnya sekitar 5-8cm atau berusia sekitar 2 bulan. Jumlah benih yang ditebarkan 1.5kg/ m2 luas kolam.


  1. Pakan.

Belut dapat diberi pakan alami yang muncul di kolam, serta makanan tambahan berupa cacahan daging bekicot, cacing, dan belatung (karena mengandung protein yang sangat tinggi). Tambahan makanan ini diberikan 2 kali sehari sebanyak 2-5% dari berat badan belut.


  1. Masa pemeliharaan.

Dalam waktu 2 bulan belut akan mencapai panjang sekitar 15cm karena itu perlu dilakukan penjarangan dengan cara memindahkan sebagian belut ke kolam yang lain atau menjualnya ataupun mengkonsumsinya. Masa pemeliharaan yang ideal sampai mencapai ukuran konsumsi adalah 5 bulan.*

Jamur Tiram


Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Biasanya orang menyebut jamur tiram karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Disebut jamur tiram atau Oyster mushroom karena bentuk t
udungnya agak membulat, lonjong, dan melengkung seperti cangkang tiram.

Jamur tiram adalah salah satu jamur yang sangat enak dimakan serta mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dibandingkan dengan jamur lain.

Pada prinsipnya, budidaya jamur tiram adalah mengusahakan kondisi sehingga jamur tiram tersebut dapat tumbuh dengan baik. Faktor yang berpengaruh tersebut adalah faktor media tumbuh dan faktor lingkungan.

A. Media Tumbuh

  1. Nutrisi

Bahan baku yang digunakan sebagai media dalam budidaya jamur tiram dapat berupa batang kayu yang sudah kering, jerami, serbuk kayu, campuran antara serbuk kayu dan jerami atau bahkan alang-alang.

Selain baku tersebut, masih perlu ditambahkan beberapa bahan tambahan antara lain bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak dan protein, kapur sebagai sumber mineral dan pengatur pH media, serta gips sebagai bahan penambah mineral dan sebagai bahan untuk mengokohkan media.

  1. Kadar air

Kadar air media diatur hingga 50-65% dengan menambahkan air bersih. Apabila air yang ditambahkan kurang maka jamur akan menjadi kurus, sedangkan apabila air yang ditambahkan terlalu banyak

  1. Tingkat keasaman

Apabila pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertmbuhan jamur tiram akan terhambat. Keasaman atau pH media perlu diatur antara pH 6-7 dengan menggunakan kapur.

B. Lingkungan

Faktor lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembapan ruangan, cahaya, dan sirkulasi udara.

Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah jamur). Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara 22-28oC dengan kelembapan 60-80%. Suhu pembentukan tubuh buah (fruiting body) berkisar antara 16-22 oC dengan kelembapan 80-90%. Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10% (intensitas cahaya dalam ruangan cukup untuk membaca koran.

Kelebihan penggunaan serbuk kayu sebagai media antara lain mudah diperoleh dalam wujud limbah sehingga harganya relative murah, mudah dicampur dengan bahan-bahan lain pelengkap nutrisi, serta mudah dibentuk dan dikondisikan.

A. Persiapan Sarana Produksi

  1. Bangunan

Budidaya jamur secara komersial memerlukan beberapa bangunan yang diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunannya yang diperlukan terdiri dari ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman, dan ruang pembibitan.

a. Ruang persiapan

Ruang persiapan digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan antara lain pengayakan, pencampuran, pewadahan, dan sterilisasi.

  1. Ruang inokulasi

Ruang inokulasi digunakan untuk menanam bibit pada media tanam, haruslah mudah dibersihkan dan disterilkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Ventilasi sebaiknya dipasangi filter atau saringan dari kawat kasa atau kasa plastik untuk menghindari serangga dan debu yang masuk yang dapat meningkatkan kontaminan. Sterillisasi ruang inokulasi dapat dilakukan dengan menyemprotkan larutan formalin 2% ke dalam ruangan.

  1. Ruang inkubasi

Ruang inkubasi digunakan untuk menumbuhkan miselium jamur pada media tanam yang sudah diinokulasi, ruang inkubasi biasa disebut ruang spauning. Ruang ini tidak boleh terlalu lembab suhu diatur antara 22-28 oC dengan kelembapan 60-80%. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak inkubasi untuk menempatkan media tanam dalam kantong plastik yang sudah diinokulasi.

d. Ruang penanaman

Ruang ini biasa disebut ruang growing yang digunakan untuk menumbuhkan jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak penanaman dan alat penyemprot yang berfungsi untuk menyemprotkan air untuk mengatur suhu antara 16-22 oC dan kelembapan 80-90%.

e. Ruang pembibitan

Ruang pembibitan adalah ruang khusus untuk proses produksi bibit. Ruang ini ada bila kapasitas produksinya sudah besar, kalau kapasitas produksinya kecil akan lebih efektif bila bibitnya beli.

2. Peralatan

Alat-alat yang digunakan cukup sederhana, yaitu cangkul, sekop, botol atau kayu (untuk memadatkan media tanah), alat pensteril, lampu spiritus. Untuk kapasitas produksi yang cukup besar diperlukan peralatan seperti: mesin ayakan, mixer, filler, boiler, dan chumbersterilizer.

3. Bahan-bahan

Bahan untuk budidaya jamur tiram terbagi atas bahan baku dan pelengkap.

  1. Bahan baku

kayu atau serbuk kayu yang digunakan sebagai media tumbuh jamur mengandung karbohidrat, serat lignin dan lain-lain. Kayu ayau serbuk kayu yang digunakan sebaiknya berasal dari kayu yang tidak banyak mengandung zat pengawet alami dan getah karena akan menghambat pertumbuhan jamur. Serbuk kayu yang baik digunakan antara lain dari kayu albasia, randu, dan meranti. Serbuk kayu mudah diperoleroleh di pabrik penggergajian kayu. Serbuk kayu yang digunakan sebaiknya bersih dan kering dan tidak banyak mengandung minyak.

b. Bahan Pelengkap

b.1. Bekatul

Bekatul digunakan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, sumber karbon, dan nitrogen. Bekatul yang digunakan sebaiknya yang masih baru, tidak tengik dan tidak rusak.

b.2. Kapur

Kapur merupakan bahan tambahan sebagai sumber kalsium selain itu dipergunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang biasa digunakan adalah kapur pertanian atau kalsium karbonat (CaCO3).

b.3. Gips (CaSO4)

Gips dipergunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media tanam.

b.4. Kantong plastic

Penggunaan kantong plastic bertujuan untuk mempermuadah pengaturan kondisi(jumlah oksigen dan kelembapan media) dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastic yang digunakan terbuat dari plastic yang kuat dan tahan panas sampai suhu 100 oC yang biasanya berasal dari jenis polipropilen.

B. Pembudidayaan

Dalam pembudidayaan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Persiapan

Bahan baku dan bahan pelengkap dipersiapkan dengan pilihan formulasi sebagai berikut:


Formulasi

Serbuk kayu

(kg)

Tapioka

(kg)

Bekatul

(kg)

Kapur

(kg)

Gips

(kg)

TSP

(kg)

I

II

III

IV

100

100

100

100

-

-

-

5

15

5

10

10

5

2.5

2.5

5

1

0.5

0.5

1

-

0.5

0.5

0.5

2. Pengayakan

Serbuk kayu sebaiknya diayak untuk memperoleh kondisi media yang seragam. Sehingga mudah dalam proses pewadahannya dan tingkat kesuburan medianya merata.

3. Perendaman

Proses perendaman dilakukan untuk menghilangkan getah dan minyak yang terdapat dalam serbuk kayu, disamping itu juga berfungsi untuk melunakkan serbuk sehingga mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman dilakukan dengan cara memasukan serbuk kayu kedalam karung plastic selama 6-12 jam, setelah itu serbuk kayu ditiriskan.

4. Pengukusan

Pengukusan serbuk kayu dilakukan selama 4-6 jam dalam suhu 80-90 oC. Proses ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram.

5. Pencampuran

Bahan-bahan yang telah ditimbang berdasarkan pilihan formulasi diatas dicampur seluruhnya. Pencampuran haruslah merata, dalam proses ini usahakan tidak terdapat gumpalan terutama serbuk kayu dan kapur karena dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur.

6. Pengomposan

Proses ini dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa komplek dalam bahan-bahan dengan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah diuraikan pleh jamur sehingga jamur akan tumbuh dengan baik. Pengomposan dilakukan dengan cara membumbun campuran serbuk kayu kemudian menutupnya secara rapat menggunakan plastic selama 1-2 hari, proses yang baik akan ditandai dengan kenaikan suhu sekitar 50 oC. Kadar air campuran 50-65% dengan pH 6-7. Secara sederhana ukuran tersebut bila adonan itu dikepal akan membentuk gumpalan dan tidak meneluarkan air dan bila dihancurkan mudah dibentuk lagi. Untuk mengetahui keasamannya dapat menggunakan kertas pH.

7. Pembungkusan

Pembungkusan menggunakan jenis plastic polipropelin yang relative tahan panas. Media tanam dimasukan kedalam plastic kemudian dipadatkan dengan botol atau alat lain, media yang kurang padat akan menyebabkan panen tidak optimal karena mudah busuk. Setelah dipadatkan ujung plastic disatukan dan dipasang cincin yang terbuat dari potongan pralon atau bambu kecil pada bagian leher plastic, dengan demikian bungkusan akan menyerupai botol.

8. Sterillisasi

Proses ini bertujuan untuk menonaktifkan mikroba, baik bakteri, kapang maupun kamir yang dapat mengganggu perumbuhan jamur. Sterillisasi dilakukan pada suhu 80-90 oC selama 6-8 jam. Sterillisasi sederhana dilakukan dengan mengukus media yang telah dibungkus kedalam drum, dalam kapasitas besar dapat menggunakan chambersterilizer.

9. Pendinginan

Media yang telah disterilisasi didinginkan selama 8-12 jam sebelum diinokulasi/pemberian bibit, pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai 35-40 oC. Kalau suhu media tanah masih terlalu tinggi bibit jamur akan mati.

10. Inokulasi

Agar proses dapat berjalan dengan baik perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Kebersihan

Kebersihan meliputi kebersihan alat, tempat, dan sumber daya atau pelaksana. Sebelum digunakan sebaiknya alat-alat disterilkan dengan alcohol 70% dan lampu spiritus, dengan cara memasukan semua alat-alat kedalam alcohol 70% dan kemudian membakarnya sebentar. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai ada peralatan yang hangus terbakar. Untuk sterilisasi ruangan dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan alcohol/ larutan formalin 2%. Sebelum melakukan inokulasi sumber daya/pelaksana diharuskan cuci tangan dengan alcohol dan selama proses inokulasi diharuskan menggunakan pakaian yang bersih.

  1. Bibit

Kualitas bibit menjadi kunci keberhasilan dalam pembudidayaan jamur tiram. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit:

  1. Bibit berasal dari strain/varietas unggul.

  2. Umur bibit optimal 45-60 hari.

  3. Warna bibit merata.

  4. Bibit tidak terkontaminasi.

  5. Belum ditumbuhi jamur


  1. Teknik inokulasi

Inokulasi dapat dilakukan dengan cara taburan dan tusukan. Inokulasi cara taburan adalah dengan menaburkan bibit kedalam media tanam secara langsung. Inokulasi secara tusuka adalah dengan cara membuat lubang di tengah bagian media melalui ring/cincin sedalam ¾ dari tinggi media, penusukan dilakukan menggunakan batang kayu berdiameter 1 inchi yang selanjutnya diisi bibit yang telah dihancurkan dan kemudian ditutup dengan kapas. Penutupan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan miselia jamur karena miselia jamur akan tumbuh dengan baik pada kondisi tidak terlalu banyak oksigen. Namun penutupan tidak boleh terlalu rapat.

11. Inkubasi

Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan media yang telah diisi bibit pada ruangan bersuhu 22-28 oC. Inkobasi dilakukan hingga media berwarna putih merata, sekitar 40-60 hari. Keberhasilan pertumbuhan miselia dimulai sejak 2 minggu setelah inkubasi ditandai dengan adanya miselia jamur berwarna putih yang merambat ke bawah, apabila tidak ada tanda tersebut kemungkinan besar jamur tidak tumbuh.

12. Penumbuhan

Media tumbuh jamur yang sudah putih setelah berumur 40-60 hari sudah siap untuk dilakukan penanaman(growing/farming). Penanama dilakukan dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh dengan miselia tersebut yang bertujuan memberikan oksigen yang cukup bagi tubuh buah jamur. Pembukaan media dilakukan dengan menyobek plastik media di bagian atas atau hanya dengan membukanya saja, selain itu dapat dilakukan pula dengan cara menyobek penutup media dengan pisau di beberapa sisi setalah 1-2 minggu dibuka jamur biasanya akan tumbuh yang selanjutnya dibiarkan 2-3 hari hingga tubuh jamur tumbuh optimal, setelah itu sebaiknya dipanen karena kalau tidak dipanen bentuk jamur kurang baik dan daya simpannya menurun. Kondisi yang diperlukan pertumbuhan tubuh jamur dengan suhu 16-22 oC dan kelembaban 80-90%.

13. Pemanenan

Kegiatan pemanenan akan menentukan kualitas jamur tiram. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

    1. Penentuan saat panen

Pemanenan dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal yaitu sudah cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanenan ini biasanya dilakukan 5 hari setelah tumbuh calon jamur, pada saat itu jamur sudah cukup besar dengan diameter rata-rata 5-10cm. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk menjaga kesegaran dan mempermudah pemasaran.

    1. Teknik pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur yang ada, tidak dapat hanya memotong cabang yang ukurannya besar saja sebab dalam satu rumpun jamur mempunyai stadia pertumbuhan yang sama. Oleh karenanya apabila hanya memotong jamur yang besar maka jamur yang kecil tidak akan tumbuh besar bahkan mungkin mati. Dalam pemanenan sebaiknya pencabutan tubuh jamur sampai ke akar-akarnya karena apabila tertinggal akan membusuk dan merusak media tanam bahkan akan merusak pertumbuhan jamur yang lain.

c. Penanganan pasca panen

Jamur yang telah dipanen tidak perlu dipotong menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran yang ada pada bagian akarnya saja dengan maksud selain kebersihannya terjaga daya simpan jamurpun akan lebih lama.*